https://tribratanews.lampung.polri.go.id Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk lebih berani menindak tegas dan memberikan sanksi kepada para pelaku pembakaran hutan.
“Ada (pemberi) sanksi hukum di Kementerian Kehutanan, itu ada satu eselon I yang mengurusi penegakan hukumnya. Kami harapkan ini masih tetap bisa berjalan dengan kuat dan benar-benar membantu kondisi di lapangan,” ujar Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Selasa (20/6/23).
Mengacu pada data sebaran bencana alam periode 1 Januari hingga 19 Juni 2023 yang dihimpun BNPB, total bencana sudah mencapai 1.778 kasus. Rinciannya, 605 kasus terjadi akibat cuaca ekstrem, 658 kasus akibat banjir, 321 akibat tanah longsor dan 154 kasus lainnya terjadi karhutla.
Terkait dengan karhutla, 99 persen kejadian karhutla dipastikan terjadi akibat ulah manusia, dengan 80 persen dari lahan yang terbakar tersebut dipastikan diolah menjadi kebun oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab.
"KLHK atau jajaran pemerintah lainnya tidak boleh tergiur dengan tawaran pelaku dan berteguh hati mengingat dampak buruk dari karhutla bagi masyarakat. Misalnya harus memakai masker secara tidak nyaman ketika beraktivitas untuk menghindari asap hingga anak-anak terkena berbagai macam penyakit," tegas Abdul.
Abdul juga mengingatkan dampak langsung dari karhutla kepada pemerintah adalah harus menanggung konsekuensi baik berupa pengeluaran biaya, hingga harus menanggulangi dampak lanjutan jika eskalasi karhutla meluas dengan luar biasa.
“Ini tugas kita untuk cegah karhutla, dan tentu saja BNPB dan kementerian/lembaga di tingkat pusat, kita benar-benar akan mendukung pemerintah daerah supaya juga secara persuasif pertama itu pencegahan bisa benar-benar kita optimalkan, kalaupun terjadi api nanti sebelum itu eskalasi itu bisa dipadamkan,” terang Abdul.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi dengan tegas menyatakan tidak perlu menunggu terjadinya karhutla untuk menindak para penebang kayu ilegal.
Laksmi menyatakan KLHK akan melawan terduga dengan mengedepankan konsep Sustainable Forest Management (SFM) atau Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), sebuah konsep yang dinamis dan berkembang untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai ekonomi, sosial dan lingkungan sumber daya hutan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Sebagai bentuk nyata menghadapi masalah itu, KLHK melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum akan menggandeng pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk menelusuri permasalahan di lapangan.
Pihak intelijen juga dilibatkan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang beberapa di antaranya berupa data diri terduga pelaku, seperti siapa pemimpin yang mendanai kegiatan ilegal hingga peruntukkan kayu-kayu itu digunakan.