BMKG: Terkait Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai Siberut yang Tinggal Menunggu Waktu

19/08/2024 17:00:00 WIB 1.444

tribratanews.lampung.polri.go.id. Jawa Pos Radar Mojokerto – Potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut ramai menjadi perbincangan publik. Di sejumlah platform media pun terus menyajikan berbagai dampak yang akan ditimbulkan musibah ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga menanggapi tentang potensi gempa bumi Megathrust di Indonesia. Menurutnya, kabar potensi gempa Megathrust bukan hal yang baru.

’’Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian,’’ ujar Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono melalui rilisnya.

Menurut Daryono, BMKG mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.


Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

’’Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat magnitudo 7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang,’’ tegasnya.

Ia menambahkan, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.

Peristiwa semacam ini dinilai merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.


Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

’’Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai. Sehingga mestinya kita jauh Lebih Serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,’’ imbuh Daryono.

Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang disampaikan BMKG, tegas Daryono, dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.

Ia menegaskan, kalimat “tinggal menunggu waktu” disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.

’’Sudah kita pahami bersama, bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya). Sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya,’’ jelasnya.


Daryono menegaskan, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukan prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tetap tenang dan beraktivitas normal. Seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat. (-)

Sumber JAWA POS RADAR MOJOKERTO

Share this post