Poin-poin Penting Megathrust: Tak Bisa Diprediksi, tapi Mesti Siaga

19/08/2024 17:20:00 WIB 1.369

tribratanews.lampung.polri.go.id. Jakarta, CNN Indonesia -- Kabar bahwa ada dua zona megathrust di Indonesia berpotensi menyebabkan gempa besar dan memicu tsunami karena sudah lama tak melepaskan energi besarnya menjadi sorotan masyarakat dalam satu pekan terakhir.

Berikut adalah rangkumannya.
Hal ini bermula saat Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono merilis pernyataan yang menyebut bahwa gempa di dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu.

Pernyataan Daryono sebetulnya muncul untuk mengomentari gempa Jepang pekan lalu yang bersumber dari Megathrust Nankai.

Dalam keterangan resminya, Daryono memperingatkan dua megathrust di Indonesia, Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, sudah lama tak melepaskan energinya.

"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono.

Usai keterangannya itu, media sosial dipenuhi unggahan soal kerisauan tentang potensi pecahnya megathrust.

Klarifikasi Daryono

Setelah berita mengenai potensi gempa besar dari dua megathrust 'tinggal menunggu waktu', Daryono mengklarifikasi hal tersebut. Menurutnya, itu bukan berarti gempa mau terjadi dalam waktu dekat.

"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," kata Daryono dalam unggahannya di X, Kamis (15/8).

"'Tinggal menunggu waktu' bukan berarti segera akan terjadi dalam waktu dekat," lanjut Daryono, mengklarifikasi kegaduhan tersebut, dalam unggahan di X.

Pasalnya, kata dia, belum ada teknologi yang bisa memprediksi gempa. Pihaknya cuma mewaspadai dua segmen megathrust di atas yang belum juga melepaskan gempanya.


Gempa megathrust tak bisa diprediksi

Megathrust merupakan pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di zona subduksi, yakni titik di mana satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lain, yang biasanya ada di lautan. Bahaya utama dari megathrust adalah gempa besar dan tsunami raksasa.

Meski demikian, para pakar dari luar maupun dalam negeri, mengatakan bahwa gempa yang bersumber dari megathrust sampai saat ini belum bisa diprediksi.

Daryono, dalam cuitannya di X, menegaskan meski gempa dari dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu, hal tersebut bukan berarti kejadiannya dapat diprediksi.

"Karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi, sehingga kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan 'menunggu waktu' hal itu karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (tinggal segmen tersebut yang belum lepas)," urai Daryono.

Pakar geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas juga mengungkap hal serupa. Ia menjelaskan kondisi megathrust yang ada di dasar lautan sangat kompleks.

"Kalau memprediksi waktu tepatnya itu tidak ada yang bisa, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks," jelas Heri.

Kendati begitu, Heri mengatakan gempa memiliki sebuah siklus yang terjadi setiap ratusan tahun sekali. Misalnya, untuk zona megathrust di Sumatera dan Jawa, menurutnya ada gempa yang memiliki siklus setiap 200 hingga 250 tahun sekali.

"Setelah perulangan 200-an tahun, tidak tepat 200 tahun, 225 atau 230 tahun, itu bisa terjadi kembali, karena gempa itu bersiklus," tuturnya.

Seismic gap

Wilayah megathrust yang 'tinggal menunggu waktu' untuk melepaskan energi besarnya adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.

Keduanya masuk dalam zona seismic gap, yakni zona sumber gempa potensial tapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress kerak Bumi.

Merujuk Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust itu terakhir kali gempa lebih dari dua abad silam.

Megathrust Selat Sunda, yang punya panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip-rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah 'pecah' pada 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,5.

Megathrust Mentawai-Siberut, dengan panjang 200 km dan lebar 200 km, serta slip-rate 4 cm per tahun, pernah gempa pada 1797 dengan M 8,7 dan pada 1833 dengan M8,9.

Tak terkait gempa Jepang
Jepang, sebagaimana Indonesia, memiliki banyak zona megathrust yang bisa 'pecah' kapan pun hingga memicu gempa besar dan tsunami, seperti yang terjadi pada gempa Nankai pekan lalu. Namun, apakah megathrust di Jepang dan Indonesia saling berkaitan?

Pada Jumat (9/8)pukul 14.42.58 WIB,gempa besar dengan Magnitudo7,1 mengguncang Jepang. Lindu yang memicu tsunami 31 cm tersebut bersumber dari zona megathrust Nankai, yang juga merupakan nama palung, di selatan Jepang

Sumber CNN Indonesia

Share this post