tribratanews.lampung.polri.go.id. LAMPUNG – Polda Lampung mengimbau masyarakat agar tidak membuat laporan palsu terkait kehilangan sepeda motor demi kepentingan pribadi, termasuk alasan untuk menghindari cicilan. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang akan ditindak tegas.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun menegaskan bahwa laporan palsu hanya akan merugikan pelapor dan menyita waktu serta sumber daya petugas.
“Laporan palsu merupakan tindakan pidana. Kami akan menindak tegas siapa pun yang sengaja membuat laporan palsu demi kepentingan pribadi,” tegasnya, Senin (5/5/2025).
Ia mengatakan, setiap laporan yang diterima oleh kepolisian akan diperiksa dan dianalisis secara mendalam.
“Jika ditemukan unsur rekayasa, maka pelapor justru akan diproses hukum,” katanya.
Yuyun juga mengingatkan masyarakat agar mencari solusi yang sah saat menghadapi persoalan ekonomi.
“Warga yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya tidak memilih jalan pintas yang melanggar hukum,” ujarnya.
Imbauan ini disampaikan menyusul terungkapnya kasus laporan palsu oleh WM (37), seorang pedagang keripik asal Langkapura, Bandar Lampung.
WM datang ke Polsek Kedaton dan mengaku menjadi korban pembegalan di Jalan Nyunyai, Kecamatan Rajabasa, pada Selasa (29/4/2025).
Dalam laporannya, ia mengklaim ditodong dua pria tak dikenal yang membawa pisau, kemudian motornya dirampas.
Namun, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian menemukan sejumlah kejanggalan dalam keterangannya.
“Penyidik mendalami keterangan pelapor, dan hasilnya yang bersangkutan mengaku bahwa laporan itu dibuat-buat karena tidak sanggup membayar cicilan motor,” kata Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay, Senin (5/5/2025).
Motor yang dilaporkan hilang ternyata tidak dirampas, melainkan disimpan oleh WM di rumah temannya.
Polisi pun menyita barang bukti berupa satu unit sepeda motor Honda Beat warna hitam tahun 2025, satu lembar STNK atas nama tersangka, serta dokumen laporan yang sempat dibuat.
Akibat perbuatannya, WM kini harus berhadapan dengan hukum dan dijerat Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu, dengan ancaman hukuman maksimal 1 tahun 4 bulan penjara.
Ia juga disangkakan Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu dalam dokumen otentik, dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.